Dikota
yang sederhana, tentunya punyai penduduk yang sederhana juga &
bersahaja. Begitu juga aku, tapi masalah bersahaja apa enggaknya aku
nggak paham,aku jalani sehari hari seperti orang biasa dan gak ada yang
istimewa.
Kota Malang kota kelahiranku, kota
dimana aku tumbuh, menuntut ilmu dan besar. Kota malang identik dengan
kota pendidikan, tapi jika anda tanya apa yang paling ngetop dimalang,
arek malang pasti sepakat itu “AREMA”. Yaah.. memang enggak berlebihan
menganggap arema sebagai lambang kebanggaan masyarakat malang. Terlebih
saat ini AREMA terus bertengger di puncak klasemen Indonesia Super
League. Anak anak, apalagi remaja, bapak bapak, paklek, mbak mbak, semua gila sama klub bola yang berlambangkan kepala singa.
Kita mungkin sudah bosan dengan
kegaduhan demi kegaduhan yang santer diberitakan media. Tapi layak
diapresiasi juga loh, contohnya kita jadi tau perkembangan dunia politik
yang kisah selanjutnya gak pernah bisa ditebak. Kaya komik naruto aja
yang setiap jumat malem ditungguin lanjutan ceritanya. Mulai kasus bail
out century yang bermasalah, nyanyian susno duadji yang bersiteru dengan
almamaternya sendiri, gayus seorang pegawai pajak golongan IIIA yang
kaya raya hanya dengan gaji 10an juta, dan kisah yang laen. Moga moga
aja cepetan diusut sut -sut sampe tuntasss. Di daerah tetangga, kejadian
alam yang gak kunjung beres lantaran kesalahan dan keteledoran manusia,
semburan lumpur lapindo yang sudah memuntahkan ribuan kibik lumpurnya.
Kemaren muncul titik semburan lagi. Tinggi tanggul yang sudah 11 meter
dan gak mungkin lagi ditinggikan. Gak kebayang deh gimana lagi nasib
warga sekitar yang semakin terancam. Sebagian ganti rugi ada juga yang
belum terbayarkan. Disana mereka mencari uang, belajar, satu satunya
tempat mereka tinggal. Bayangkan kalau itu saudara anda, atau mungkin
anda sendiri..
Aku tinggal di kampung yang sederhana,
sebagian besar dari penduduk kami seorang petani. Tak terkecuali bapak
saya. Kami terbiasa hidup tolong menolong antar warga. Acara kawinan,
khitanan, mereka gak sungkan buat ngebantu tenaga buat sekedar
mendirikan tenda, masak buat yang ibu – ibu, maen kartu, catur, cerita
dan berbagi pengalaman menghabiskan waktu malam dengan berkumpul
bersama. Apalagi kalau ada orang meninggal, orang sekampung pasti datang
melayat dan mengantar jenasah sampai ke pemakaman. Beda banget sama
dikota gede. Sama tetangga aja gak kenal. Ntarnya pasti repot.
Aku punya banyak temen dikampung, mulai
adik adik, teman sebaya, sampe mas mas. Dengan beragam kesibukan mereka.
Ada yang bekerja, ada yang nganggur. Tapi kebanyakan sih nganngur.
Jangan bayangkan pekejaan mereka elit. Kebanyakan sih serabutan. Ngikut
bangunan, kerja disawah, ternak, kerja di pabrik tapi dengan masa
kontrak, kerja di mebel furniture, dan yang laennya. Mereka semua
sebenernya pekerja keras semua loh. Tapi yang paling tepat berat dan
kasar. Kalau ditanya sanggup atau enggak kerja seperti itu, saya pasti
jawab enggak. Pernah aku tanya teman sebayaku. Dia lulusan smk swasta,
dan udah beberapa bulan masuk ke pondok buat mendalami agama setelah itu
keluar dan menganggur. Aku akui sih, dia memang anak orang yang cukup
berada, mangkannya dia terlihat agak nyantai. Aku tanya, “awakmu kena opo kok gak kerjo? arek arek akeh sing kerjo ndek pabrik x loh, gak cobak nglamar tah??”. atau kalau dalam bahasa indonesianya kurang lebih “ Kamu kenapa kok belum kerja? Temen – temen banyak yang kerja di pabrik X loh, kamu nggak coba nglamar?.. “ dia jawab “wong kerjone koyo sapi ikua, sopo betah..”(
orang kerjanya kaya sapi, siapa tahan ). Hahaha.. aku ketawa aja. Berat
bro kerja disitu. Kondisi fisik kudu prima setiap hari. Hahaha
Pekerjaan mereka seperti itu lantaran
background pendidikan hanya lulusan SD, SMP, ada lulusan SMA/ SMK yang
hanya beberapa. Kalaupun ada yang sarjana, kerjaan jaman sekarang susah.
Banyak juga khan yang nganggur?
Mereka
kebanyakan suka bola. Anda pernah nonton AREMA maen di kandang?? hanya
satu kata dari saya, LUAR BIASA!!! . SBY aja pernah nonton AREMA di
malang. Anda bisa bayangkan tribun Stadion Kanjuruhan yang selalu rame.
Setiap kali AREMA main kandang, nyaris semua tiket terjual. Harga rata
rata untuk tribun ekonomi seharga 25 ribu. Pernah waktu mau maen lawan
persebaya dan kebanyakan tim besar laennya, harga tiket ekonomi sempat
melambung hingga 80 ribu, bahkan lebih mahal lagi. Itu tutur mas saya
yang sedang kehabisan tiket & mendapati calo penjual tiket di
perempatan ijen. Tetapi entah kenapa dengan harga tiket yang sedemikian
itu, dan dengan mayoritas pemuda malang yang “seperti itu”, tiket tetep
aja terjual habis. Bener bener gila..
Rupanya ada hal yang jauh berharga dari
pada uang. Apa itu?? Ingat Timnas Indonesia ketika berlaga di PIALA ASIA
yang diselenggarakan di tiga negara dan Indonesia salah satunya, selain
Malaysia dan Singapura tahun 2007 silam? kala itu indonesia tergabung
satu group bersama Korea Selatan, Arab Saudi, dan Qatar. Ranking sepak
bola indonesia saat itu kalah dibanding Qatar, Arab, apalagi semifinalis
piala dunia 2002 Korsel. Jauh sekali. Tapi mereka gak gampang loh
menaklukan indonesia. Qatar aja tunduk. Sama Korea imbang, cuman kalah 1
gol dari Arab Saudi, golnya pun di menit injury time. Sayang sekali..
Saya sempat gak percaya dan saat itu
juga saya merasa bangga menjadi bangsa indonesia. Sebelum maen, semangat
juang Ponaryo dkk dikobarkan dengan lagu kebangsaan Merah Putih.
ditambah riuh penonton menyanyikan lagu kebesaran Indonesia yang
memadati stadion senayan. Aku yang nonton dari TV aja merasakan aura
yang luar biasa, dadaku bergetar ,mataku berkaca -kaca, semangat
nasionalismeku bergejolak. Apalagi yang nonton di sana? apalagi yang
main langsung?? mereka tampil bak kesetanan karena hanya semangat yang
ada di dada mereka, walaupun dari skill mereka jauh dibawah. Tapi
buktinya ?? bukan skill yang banyak bicara, daya juang dan semangat
nasonalisme mereka membuat hal mustahil jadi mungkin. Melihat daya juang
mereka, tak apalah walaupun dalam kenyataan belum masuk ke fase
selanjutnya. Dari sini kita bisa mulai dan tata segalanya.
Yah seperti itu juga yang kita alami.
Kita dari dulu bukanlah bangsa yang suka diperbudak oleh uang. Bukanlah
bangsa yang suka di perintah oleh atasan yang dzalim. Bukan tipe manusia
yang suka diam oleh ketidak adilan dan penindasan. Nasionalisme kita
membungkus segala keterbatasan dan kekurangan yang erat melanda. Kita
berbeda dengan mereka yang diperbudak oleh pekerjaan mereka, uang, yang
seakan akan seumur hidup harus dihabiskan dengan mencari uang sebanyak
banyaknya. Tetapi apakah mereka bahagia? justru dengan segala
kekurangan kita, kita masih bisa bercanda tawa. menghargai sesama,
saling membantu, mencintai negara tanpa pamrih, disitulah letak makna
hidup sesungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar